A. Kebijakan Fiskal
1. Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara meningkatkan atau menurunkan pendapatan negara atau belanja negara.
2. Fungsi Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal berfungsi untuk mengendalikan perekonomian negara dan bersama-sama dengan kebijakan moneter berfungsi untuk meningkatkan pendapatan nasional.
3. Tujuan Kebijakan Fiskal
a. mencegah pengangguran
Perekonomian dapat mencapai laju pertumbuhan yang diinginkan melalui tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment), yaitu suatu keadaan yang menunjukkan seluruh angkatan kerja mendapat pekerjaan.
b. stabilitas harga
Deflasi akan mendorong timbulnya pengangguran karena sektor usaha akan kehilangan harapan untuk mendapat keuntungan. Sebaliknya inflasi yang berkepanjangan akan melemahkan perekonomian karena pemilik modal akan beralih dari investasi produktif ke investasi dalam bentuk tanah, rumah atau gedung.
Tujuan kebijakan fiskal secara umum adalah kestabilan ekonomi yang mantap, artinya tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran yang berarti, dan terjaganya kestabilan harga barang.
4. Macam-macam Kebijakan Fiskal
a. Kebijakan Fiskal stabilisator otomatis
Pengeluaran pemerintah ditentukan berdasarkan atas perkiraan manfaat dan biaya relatif dari berbagai macam program pengeluaran yang akan dilakukan pemerintah. Jika terjadi deflasi pengeluaran pemerintah tidak akan diubah, namun penerimaan pajak pendapatan akan diturunkan. Sebaliknya dalam masa inflasi terjadi kenaikan penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak, dan pemerintah menurunkan tunjangan pengangguran.
b. Kebijakan Fiskal Diskresioner
Kebijakan fiskal diskresioner adalah kebijakan fiskal yang digunakan pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang sedang dihadapi. Langkah yang dilakukan pemerintah adalah mengubah pengeluarannya atau pemungutan pajaknya dengan tujuan untuk mengurangi gerak naik turun tingkat kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu, mencapai tingkat kesempatan kerja penuh, tidak mengalami masalah inflasi, dan selalu mengalami pertumbuhan ekonomi yang memuaskan.
B. Pajak
1. Pengertian pajak
a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
b. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja
Pajak ialah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum agama guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
2. Unsur-unsur pajak
a. Iuran rakyat kepada negara
Iuran yang dimaksud berupa uang atau barang dan yang berhak memungut pajak hanyalah negara.
b. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, artinya pemungutan pajak dapat dipaksakan.
c. Tanpa kontra prestasi dari negara
Dalam pembayaran pajak individu tidak mendapat kontra prestasi dari pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
Pajak digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas atau kesejahteraan umum.
3. Ciri-ciri pajak
a. Pajak dipungut oleh pemerintah (pemerintah pusat atau daerah)
b. Tidak ada kontra prestasi langsung saat pembayaran pajak
c. Kontra prestasi dari pemerintah berupa penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum
d. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah
e. Pajak dipungut karena suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang
4. Perbedaan pajak dengan pungutan resmi lainnya
Retribusi adalah iuran rakyat kepada pemerintah berdasarkan undang-undang dengan mendapat balas jasa dari pemerintah secara langsung. Retribusi diartikan sebagai pungutan pemerintah daerah berdasarkan undang-undang.
Jenis retribusi daerah:
a. Retribusi Jasa Umum
Kriteria pungutan yang termasuk kelompok retribusi jasa umum:
1) Bukan pajak
2) Memberi manfaat kepentingan umum
3) Pelayanan dengan kualitas lebih baik
Contoh retribusi jasa umum adalah retribusi pelayanan kesehatan, kebersihan, akta catatan sipil, pemakaman, pelayanan pasar dan pelayanan pengujian kendaraan bermotor.
b. Retribusi Jasa Usaha
Kriteria pungutan yang termasuk kelompok jasa usaha:
1) Bukan pajak
2) Jasa komersial yang mestinya dikelola swasta tetapi dikuasi daerah.
Contoh retribusi jasa usaha adalah retribusi tempat pelelangan, pasar, pertokoan, tempat parkir, tempat penginapan, villa, rumah potong hewan, tempat rekreasi dan penyebrangan diatas air
c. Retribusi Perizinan tertentu
Kriteria pungutan yang termasuk kelompok perizinan tertentu:
1) Termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan ke daerah
2) Diperlukan guna melindungi kepentingan umum
Contoh retribusi perizinan tertentu adalah retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi tempat penjualan minuman beralkohol, izin gangguan dan retribusi trayek.
5. Syarat-syarat pemungutan pajak
Pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Syarat keadilan
Pajak dikenakan secara umum dan merata berdasarkan undang-undang dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu
b. Syarat yuridis
Pajak diatur dengan undang-undang sehingga memberi jaminan hukum bagi negara maupun warganya.
c. Syarat ekonomi
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kegiatan perekonomian masyarakat.
d. Syarat finansial
Biaya yang digunakan untuk memungut pajak tidak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
e. Syarat Kesederhanaan
Pemungutan pajak harus sederhana, artinya mudah dipahami oleh wajib pajak sehingga masyarakat dapat menghitung sendiri kewajiban pajaknya.
6. Fungsi pajak
a. Fungsi anggaran
Uang hasil pungutan pajak berfungsi untuk membiayai anggaran pengeluaran negara.
b. Fungsi regulasi
Pajak berfungsi untuk mengatur perekonomian guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat.
c. Fungsi demokrasi
Dengan membayar pajak, rakyat berperan serta dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur
d. Fungsi redistribusi pendapatan
Hasil pemungutan pajak digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang dinikmati masyarakat banyak
7. Azas pajak
a. Prinsip keadilan
Pajak harus adil dan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
b. Prinsip kepastian
Pemungutan pajak harus jelas dan pasti, sehingga wajib pajak mudah melakukan perhitungan sendiri.
c. Prinsip kelayakan
Wajib pajak merasa senang dalam membayar pajak, karena merasa layak sebagai pembayar pajak.
d. Prinsip ekonomi
Pemungutan pajak harus memenuhi syarat ekonomi, yaitu mampu memenuhi kebutuhan negara dan tidak menghambat kemajuan ekonomi.
8. Sistem perpajakan
a. Official Assesment System
Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Dalam dunia perpajakan, besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak dikenal dengan istilah pajak yang terutang.
b. Self Assesment System
Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan wajib pajak untuk menghitung sendiri besarnya pajak terutang.
c. With Holding System
Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak.
9. Teori Pemungutan Pajak
a. Teori asuransi
Pembayaran pajak dianggap sebagai pembayaran premi warga masyarakat kepada negara, karena negara telah memberi perlindungan terhadap warganya
b. Teori kepentingan
Orang membayar pajak karena tingkat kepentingannya, artinya semakin tinggi tingkat kepentingan warga terhadap perlaindungan yang diberikan negara maka semakin tinggi pula pajaknya.
c. Teori gaya pikul
Dasar pemungutan pajak tergantung pada kemampuan (gaya pikul) wajib pajak dalam membayar pajak. Semakin kecil gaya pikul yang dimiliki wajib pajak, maka semakin kecil pula pajak yang harus dibayar.
d. Teori bakti
Pembayaran pajak dari rakyat kepada negara merupakan bentuk ungkapan bakti rakyat kepada negaranya.
e. Teori asas gaya beli
Pajak yang dibayar wajib pajak akan disalurkan kembali ke masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan.
10. Pengelompokan pajak
a. Berdasarkan golongan
1) Pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Contoh pajak penghasilan, PBB, Pajak Kendaraan bermotor, dan pajak undian.
2) Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh pajak pertambahan nilai, bea impor, dan pungutan ekspor
b. Berdasarkan sifat
1) Pajak subyektif
Pajak subyektif adalah pajak yang berdasarkan subyeknya, artinya memperhatikan diri wajib pajak. Contoh pajak penghasilan (PPh)
2) Pajak obyektif
Pajak obyektif adalah pajak yang berdasarkan obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM)
c. Berdasarkan lembaga pemungut
1) Pajak pusat
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Contoh Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), bea materai, dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHAT)
2) Pajak daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah. Pajak daerah terdiri dari:
a) Pajak propinsi
Contoh pajak kendaraan bermotor, kendaraan diatas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak rumah tangga, bea balik nama kendaraan bermotor, serta pajak pemanfaatan air bawah tanah.
b) Pajak kabupaten
Contoh pajak hotel, restoran, pajak hiburan, reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian, serta pajak parkir.
d. Berdasarkan asalnya
1) Pajak dalam negeri
Pajak dalam negeri adalah pajak yang dipungut terhadap wajib pajak yang tinggal di Indonesia dan sebagai warga negara Indonesia.
2) Pajak luar negeri
Pajak luar negeri adalah pajak yang dipungut terhadap orang-orang asing yang mempunyai penghasilan di Indonesia.
11. Tarif pajak
a. Tarif pajak proporsional
Tarif pajak proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan menggunakan persentase (%) yang tetap berapapun jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak. Misal tarif pajak pertambahan nilai adalah 10% berapapun jumlah barang yang dibeli.
b. Tarif pajak degresif
Tarif pajak dengan menggunakan persentase (%) yang menurun dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.
c. Tarif pajak tetap
Tarif pajak tetap adalah tarif pungutan pajak dengan jumlah yang sama untuk setiap objek pajak. Contoh bea materai untuk setiap akta notaris Rp. 6.000,- , bea materai untuk setiap cek atau bilyet giro Rp. 3.000,-
d. Tarif pajak progresif
Tarif pajak progresif adalah tarif pajak dengan persentase yang semakin naik dengan semakin besarnya jumlah yang dikenakan pajak. Contoh tarif Pajak Penghasilan (PPh)
12. Undang-undang perpajakan
Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem Self Assesment System. Sejak tahun 1983 pemerintah telah membuat beberapa undang-undang yang mengatur tentang perpajakan. Perkembangan undang-undang tersebut sebagai berikut:
a. Tahun 1983
1) UU no. 6 : tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2) UU no. 7 : tentang Pajak Penghasilan (PPh)
3) UU no. 8 : tentang Pajak Pertambahan nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPn BM)
b. Tahun 1985
1) UU no. 12 : tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
2) UU no. 13 : tentang Bea materai
c. Tahun 1994
1) UU no. 9 : tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan
2) UU no. 10 : tentang Pajak Penghasilan (PPh)
3) UU no. 11 : tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
4) UU no. 12 : tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
d. Tahun 2000
1) UU no. 16 : tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2) UU no. 17 : tentang Pajak Penghasilan (PPh)
3) UU no. 18 : tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
4) UU no. 19 : tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa
5) UU no. 20 : tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Untuk pajak Penghasilan (PPh), pemerintah lewat peraturan menteri keuangan menetapkan penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) seiring dengan naiknya tingkat pendapatan masyarakat. Peraturan menteri keuangan tentang penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) no. 564/kmk.03/2004 dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan no. 137/PMK.03/2005 yang diberlakukan mulai 1 Januari 2006.
13. Pajak Penghasilan (PPh)
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima orang pribadi atau badan usaha dalam tahun pajak. Undang-undang PPh mengatur subjek pajak, objek pajak, serta cara menghitung dan cara melunasi pajak terutang.
a. Subjek pajak
Subjek pajak penghasilan terdiri dari:
1) orang pribadi
2) warisan yang belum terbagi
3) bentuk usaha tetap (PT, CV, BUMN/BUMD, Firma, Koperasi)
b. Objek pajak
Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak. Penghasilan adalah jasa yang diperoleh berkenaan dengan pekerjaan termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, gratifikasi, uang pensiun, hadiah dari undian, penghargaan, laba usaha, bunga, deviden, royalti, premi asuransi, dsb.
Yang tidak termasuk objek pajak adalah bantuan sumbangan, zakat, harta hibahan, warisan, pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi seperti asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, sauransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa.
c. Penghasilan tidak kena pajak
Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 137/PMK.03/2005 yang ditetapkan tanggal 30 Desember 2005 dan mulai berlaku sejak tahun pajak 2006, besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebagai berikut:
1) Rp. 13.200.000,- untuk diri wajib pajak
2) Rp. 1.200.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin
3) Rp. 13.200.000,- tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
4) Rp. 1.200.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
d. Tarif Pajak penghasilan (PPh pasal 21)
Berdasarkan UU no. 17 tahun 2000, besarnya tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak pribadi dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut:
1) Tarif pajak untuk wajib pajak pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak(%)
Sampai dengan Rp. 25 juta
Diatas Rp. 25 juta s/d Rp. 50 juta
Diatas Rp. 50 juta s/d Rp. 100 juta
Diatas Rp. 100 juta s/d Rp. 200 juta
Diatas Rp. 200 juta
5%
10%
15%
25%
35%
2) Tarif pajak untuk badan usaha tetap
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Tarif Pajak(%)
Sampai dengan Rp. 50 juta
Diatas Rp. 50 juta s/d Rp. 100 juta
Diatas Rp. 100 juta
10%
15%
30%
Untuk badan usaha tetap yang dikelola asing, penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana tarif pajak diatas akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% yang bersifat pajak final.
Badan usaha tersebut dibebaskan dari kewajiban PPH pasal 26 jika:
a) penghasilan tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan di Indonesia
b) penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan, dan selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya
c) tidak mengalihkan penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 2 tahun, sesudah perusahaan tempat penanaman kembali berproduksi secara komersial.
e. Biaya jabatan dan biaya pensiun
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 1.296.000,- setahun.
Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih atau memelihara uang pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 432.000,- setahun.
Selain Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 dalam UU Pajak juga mengatur pajak penghasilan lain, yaitu:
a. PPh pasal 22
Dipungut sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
b. PPh pasal 23
Dikenakan terhadap wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal (deviden, bunga), penyerahan jasa (hadiah, royalti, imbalan), atau penyelenggara kegiatan lainnya (sewa).
c. PPh pasal 24
Mengatur perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang dibayar atas seluruh penghasilan didalam negeri.
d. PPh pasal 25
Mengatur perhitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.
e. PPH pasal 26
Mengatur tentang pemotongan atau penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri, selain bentuk usaha tetap.
14. Pajak Pertambahan Nilai barang dan Jasa (PPN)
a. Objek Pajak
PPN dikenakan atas:
1) Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam daerah pabean yang dilakukan Pengusaha Kena Pajak, baik barang berwujud maupun tidak berwujud dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2) Impor dan ekspor BKP dan JKP
3) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar daerah pabean kedalam daerah pabean
4) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
5) Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan yang dapat dikreditkan.
b. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
PKP adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usahanya atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, dan memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Contoh PKP adalah produsen/pabrikan, importir dan eksportir, agen utama, perdagangan besar, pemegang hak paten BKP, dan pedagang eceran.
c. Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP)
BKP adalah barang berwujud yang berupa barang bergerak atau tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN.
Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan PPN:
1) barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya (minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batu bara, biji besi, biji timah, biji tembaga, biji nikel, biji perak, biji bauksit, dan biji alumunium).
2) Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak (beras, jagung, gabah, sagu, kedelai, dan garam).
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya kecuali makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.
4) Uang, emas batangan dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan sejenisnya)
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perserikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu fasilitas atau kemudahan untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN.
JKP yang tidak dikenakan PPN berdasarkan peraturan pemerintah adalah:
1) jasa dibidang kesehatan medis (jasa dokter, jasa ahli kesehatan, jasa kebidanan)
2) jasa dibidang pelayanan sosial (jasa panti jompo, jasa pemadam kebakaran, jasa pemakaman)
3) jasa dibidang pengiriman surat dan perangko
4) jasa dibidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
5) jasa dibidang keagamaan, jasa pelayanan rumah ibadah, dan jasa pemberi kotbah
6) jasa dibidang pendidikan
7) jasa dibidang tenaga kerja dan bidang yang dilaksanakan instansi pemerintah
d. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10%, sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%. Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi, dengan peraturan pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.
e. Cara Kerja Sistem Pajak Pertambahan Nilai
PPN dikenakan atas pertambahan nilai dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak, yang dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi dengan tidak ada unsur pemungutan berganda.
Contoh sistem pemungutan pajak pertambahan nilai untuk kegiatan produksi sepatu:
Tingkat
Harga jual
Pajak Keluaran
Pajak Masukan
PPN
Peternakan sapi
Penyamakan kulit
Perusahaan sepatu
Toko sepatu
Rp. 30.000,-
Rp. 35.000,-
Rp. 55.000,-
Rp. 70.000,-
-
Rp. 3.500,-
Rp. 5.500,-
Rp. 7.000,-
-
-
Rp. 3.500,-
Rp. 5.500,-
-
Rp. 3.500,-
Rp. 9.000,-
Rp. 12.500,-
Jumlah PPN yang harus dibayar
Rp. 25.000,-
15. Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM)
Barang Kena Pajak yang tergolong Barang Mewah (BKPTM) selain dikenakan Pajak Pertambahan nilai (PPN) juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). PPn BM dikenakan hanya satu kali, yaitu pada saat penyerahan oleh pabrikan/produsen atau importir BKPTM.
Alasan pengenaan PPnBM terhadap barang kena pajak yang tergolong barang mewah:
a. keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi
b. Pengendalian pola konsumsi BKP yang tergolong mewah
c. Perlindungan terhadap produsen tradisional
d. Pengamanan penerimaan negara
Tarif PPnBM dengan peraturan pemerintah dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokkan tarif, yaitu paling rendah sebesar 10% dan paling tinggi sebesar Rp. 75%. Tarif PPnBM yang berlaku sekarang ini adalah 10%, 20%, 30%, 50% dan 75%.
16. Pajak Bumi dan bangunan (PBB)
a. Bumi
Bumi adalah seluruh permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Dasar pengenaan pajaknya adalah menurut nilai jualnya yang memenuhi klasifikasi pengelompokkan dengan memperhatikan faktor letak, peruntukan, pemanfaatan dan kondisi lingkungan.
b. Bangunan
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam secara tetap pada tanah atau perairan. Dasar pengenaan pajaknya menurut nilai jualnya yang memenuhi klasifikasi pengelompokan dengan memperhatikan faktor bahan yang digunakan, rekayasa, letak dan kondisi lingkungan.
Contoh bangunan adalah kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga, galangan kapal dan dermaga, taman mewah, tempat penampungan minyak, air dan gas, pipa minyak, serta fasilitas lain yang memberi manfaat.
c. Subjek pajak
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
1) mempunyai hak atas bumi
2) memperoleh manfaat atas bumi
3) memiliki, menguasai atas bangunan
4) memperoleh manfaat atas bangunan
d. Objek Pajak
Objek PBB adalah bumi dan bangunan yang memenuhi klasifikasi pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya sebagai pedoman dalam memudahkan penghitungan pajak.
e. Objek pajak yang bebas dari pengenaan PBB:
1) semata-mata melayani kepentingan umum dan tidak digunakan mencari keuntungan (tempat ibadah, rumah sakit, pesantren, panti asuhan, museum dan candi)
2) digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, dan sejenisnya
3) hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan, tanah negara
4) digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat
5) digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
f. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
g. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
SPOP adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan undang-undang pajak bumi dan bangunan.
h. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
SPPT adalah surat yang digunakan oleh direktorat jenderal pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak. Penerbitan SPPT berdasarkan SPOP wajib pajak.
i. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
Besarnya NJOPTKP adalah Rp. 8.000.000,- dengan ketentuan:
1) setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam satu tahun pajak
2) apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapat pengurangan NJOPTKP hanya satu objek yang nilainya terbesar.
j. Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual kena pajak (PKP), yaitu:
1) 40% untuk objek pajak perumahan yang wajib pajaknya perseorangan dengan NJOP sama atau lebih dari Rp. 1.000.000.000,-
2) 20% untuk objek pajak lainnya.
k. Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 5% dari nilai jual objek pajak (NJOP) dasar pengenaan PBB.
17. Bea Materai
Bea materai diatur dengan undang-undang no. 13 tahun 1985, yang dalam pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah no. 7 Tahun 1995, diubah lagi dengan Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 2000 tentang Perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan bea materai, yaitu Rp. 6.000,- dan Rp. 3.000,-
a. Tarif bea materai Rp. 6.000,-
dikenakan terhadap:
1) surat perjanjian
2) akta-akta notaris termasuk salinannya
3) akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
4) surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000,-
b. Tarif bea materai Rp. 3.000,-
dikenakan terhadap:
1) dokumen yang menyebutkan jumlah uang lebih dari Rp. 250.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,-
2) cek dan giro bilyet
3) efek dan sejenisnya yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp. 1.000.000,-
4) sekumpulan efek yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai nilai sampai dengan Rp. 1.000.000,-
C. Contoh dan cara menghitung pajak
1. Menghitung PPh
Langkah untuk menghitung PPh terutang:
a. menghitung pendapatan setahun
· biaya jabatan dan iuran pensiun mempunyai sifat mengurangi gaji
· premi asuransi mempunyai sifat menambah gaji
b. menghitung PTKP
c. menghitung PKP, dengan cara mengurangi pendapatan setahun dengan PTKP
d. menentukan PPh terutang
Soal:
Bapak Eko bekerja pada perusahaan PT Gunung Subur dengan gaji per bulan Rp. 2.000.000,- membayar iuran pensiun tiap bulan Rp. 100.000,- dengan status K/4 (Kawin dengan 4 orang anak). Hitunglah besarnya PPh yang terutang!
Jawab:
Gaji per bulan Rp. 2.000.000,-
dikurangi
· Biaya jabatan: 5%xRp. 2.000.000,- : Rp. 100.000,-
· Iuran pensiun : Rp. 100.000,-
Rp. 200.000,-
Gaji bersih per bulan Rp. 1.800.000,-
Pendapatan bersih setahun: 12 x Rp. 1.800.000,- Rp. 21.600.000,-
Dikurangi PTKP
· Wajib pajak : Rp. 13.200.000,-
· Tambahan wajib pajak kawin : Rp. 1.200.000,-
· Tambahan 3 anak : Rp. 3.600.000,-
Rp. 18.000.000,-
PKP setahun Rp. 3.600.000,-
PPh terutang setahun:
5% x Rp. 3.600.000,- = Rp. 180.000,-
Soal:
Bapak Budi sebagai karyawan PT Tiga Pilar dengan status K/2 memperoleh gaji tiap bulan Rp. 1.800.000. Perusahaan membayar premi asuransi kematian Rp. 10.000,- dan premi asuransi kecelakaan kerja Rp. 30.000,- tiap bulannya ke Jamsostek. Bapak Budi membayar iuran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp. 10.000,- dan iuran pensiun Rp. 20.000,- sebulan
Hitung besarnya PPh terutang!
Jawab:
Gaji satu bulan Rp. 1.800.000,-
Ditambah
· Premi asuransi kematian : Rp. 10.000,-
· Premi asuransi kecelakaan : Rp. 30.000,-
Rp. 40.000,-
Penghasilan bruto sebulan Rp. 1.840.000,-
Dikurangi
· Biaya jabatan : 5%x Rp. 1.840.000,- : Rp. 92.000,-
· Iuran pensiun : Rp. 20.000,-
· Iuran JHT : Rp. 10.000,-
Rp. 122.000,-
Penghasilan bersih sebulan Rp. 1.718.000,-
Penghasilan bersih setahun: 12 x Rp. 1.718.000,- Rp. 20.616.000,-
PTKP
· Wajib pajak : Rp. 13.200.000,-
· Wajib pajak kawin : Rp. 1.200.000,-
· 2 orang anak : Rp. 2.400.000,-
Rp. 16.800.000,-
PKP Rp. 3.816.000,-
PPh terutang setahun :
5% x Rp. 3.816.000,- = Rp. 190.800,-
Soal:
Bp. Hasan dalam setahun mempunyai Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 350.000.000,-. Hitung besarnya PPh terutang!
Jawab:
PKP setahun Rp. 350.000.000,-
PPh terutang:
5% x Rp. 25 juta = Rp. 1.250.000,-
10% x Rp. 25 juta = Rp. 2.500.000,-
15% x Rp. 50 juta = Rp. 7.500.000,-
25% x Rp. 100 juta = Rp. 25.000.000,-
35% x Rp. 150 juta = Rp. 52.500.000,-
Rp. 88.750.000,-
Soal:
PT Air Mancur mempunyai Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebesar Rp. 160.000.000,- Berapa besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar oleh PT Air Mancur?
Jawab:
PKP setahun Rp. 160.000.000,-
Pajak Penghasilan yang harus dibayar:
10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,-
15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-
30% x Rp. 60.000.000,- = Rp. 18.000.000,-
Rp. 30.500.000,-
2. Menghitung PPN dan PPnBM
Langkah menghitung PPN dan PPnBM:
a. Penyerahan barang kena pajak dikenai PPN 10%
b. Jika barang kategori barang mewah, disamping dikenai PPN juga dikenai PPnBM yang besarnya tarif tergantung ketentuan pemerintah, antara 10% - 75%.
Soal:
Bp. Santoso seorang pengusaha menjual tunai barang kena pajak (BKP) kepada Bp. Rudi dengan harga jual Rp. 15.000.000,-. Hitung PPN yang terutang!
Jawab:
PPN = 10% x Rp. 15.000.000,-
= Rp. 1.500.000,-
Keterangan:
PPN sebesar Rp. 1.500.000,- merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh Bp. Santoso, sedangkan bagi Bp. Rudi PPN tersebut merupakan pajak masukan.
Soal:
Bapak Hadi mengimpor barang mewah kena pajak dengan nilai Rp. 70.000.000,-. Jika tarif PPnBM barang tersebut 20%, hitung besarnya pajak yang harus dibayar!
Jawab:
Harga barang impor = Rp. 70.000.000,-
PPN (10%xRp. 70.000.000,-) = Rp. 7.000.000,-
PPnBM(20%xRp.70.000.000,-) = Rp. 14.000.000,-
Harga faktur barang tersebut = Rp. 91.000.000,-
3. Menghitung PBB
Langkah untuk menghitung PBB:
a. Menghitung nilai jual tanah
b. Menghitung nilai jual bangunan (jika ada bangunan diatasnya)
c. Menghitung total nilai jual tanah dan bangunan.
d. Jika ada nilai jual bangunan, maka total nilai jual tanah dan bangunan mendapat pengurangan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebesar Rp. 8.000.000,-
e. Menghitung NJKP
f. Menghitung PBB
Soal:
Bp. Joko mempunyai sebidang tanah seluas 800 m2 tanpa bangunan diatasnya. Jika harga jual tanah tersebut Rp. 600.000,- per m2 hitung besarnya PBB!
Jawab:
Nilai jual tanah (800xRp. 600.000,-) = Rp. 480.000.000,-
Nilai jual bangunan = -
Nilai jual objek pajak = Rp. 480.000.000,-
NJOP tidak kena pajak = -
NJOP dasar pengenaan PBB = Rp. 480.000.000,-
Nilai jual kena pajak (NJKP) = 20% x NJOP
= 20% x Rp. 480.000.000,-
= Rp. 96.000.000,-
PBB = 0,5% x NJKP
= 0,5% x Rp. 96.000.000,-
= Rp. 480.000,-
Soal:
Bapak Rahmat memiliki sebidang tanah seluas 200 m2 dan bangunan rumah seluas 140 m2. Taksiran harga tanah Rp. 60.000,- per m2 dan taksiran nilai jual bangunan Rp. 80.000,- per m2. Hitung besarnya PBB!
Jawab:
Nilai jual tanah (200 x Rp. 60.000,-) Rp. 12.000.000,-
Nilai jual bangunan (140 x Rp.80.000) Rp. 11.200.000,-
Nilai jual objek pajak (NJOP) Rp. 23.200.000,-
NJOP tidak kena pajak Rp. 8.000.000,-
NJOP dasar pengenaan PBB Rp. 15.200.000,-
Nilai Jual kena Pajak (NJKP) = 20% x NJOP
= 20% x Rp. 15.200.000,-
= Rp. 3.040.000,-
PBB = 0,5% x NJKP
= 0,5% x Rp. 3.040.000,-
= Rp. 15.200,-
Soal:
Bapak Susilo mempunyai sebidang tanah seluas 900 m2 dan bangunan villa seluas 500 m2. Jika harga jual tanah Rp. 3.000.000,- per m2 dan harga jual bangunan Rp. 2.000.000,- per m2 hitung besarnya PBB!
Jawab:
Nilai jual tanah (900 x Rp. 3.000.000,-) = Rp. 2.700.000.000,-
Nilai jual bangunan (500 x Rp. 2.000.000,-) = Rp. 1.000.000.000,-
Nilai jual objek pajak (NJOP) = Rp. 3.700.000.000,-
NJOPTKP = Rp. 8.000.000,-
NJOP dasar pengenaan pajak = Rp. 3.692.000.000,-
Nilai Jual Kena Pajak = 40% x NJOP
= 40% x Rp. 3.692.000.000,-
= Rp. 1.476.800.000,-
PBB = 0,5% x NJKP
= 0,5% x Rp. 1.476.800.000,-
= Rp. 7.384.000,-
sumber : http://aakkuucintaindonesia.blogspot.com/2012/11/terimakasih-atas-kunjungannya-dong.html
Thanks for resding :D hope usefull, and leave comments :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar